SUKA DUKA DUNIA PESANTREN


Pondok Pesantren berawal dari adanya seorang kyai suatu tempat, kemudian datanglah santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbulah keinginan santri untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai.
Peran Pondok Pesantren di Indonesia sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren.

Sebelum jauh memahami suka duka dunia Pesantren sebaiknya kita mengetahui bahwa Pesantren terbagi menjadi dua macam yaitu : Pertama Pesantren Salafi ialah Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya. Pola tradisional yang diterapkan dalam Pesantren Salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Dan yang kedua Pesantren Modern yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya) Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.

Menurut Abdurrahman Wahid, pesantren mempunyai keunggulan karena mampu menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang diikuti oleh semua santri, sehingga santri tidak menggantungkan diri kepada siapa dan kepada lembaga masyarakat apapun. Di samping itu, pesantren juga dapat memelihara sub kultural sendiri. Hal ini dapat terlihat dari gaya hidup yang ditawarkan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, dan ukuran-ukuran serta pandangan hidupnya berorientasi ukhrawi dan menolak pandangan hidup yang materialistik.

Kesuksesan Dunia Pesantren ditopang dengan adanya kebersamaan yang selalu terjalin erat diantara para santri sehingga hal ini memperkuat jalinan silaturrahim sesudah santri selesai mondok dari pesantren tersebut, selain itu penggemblengan mental di dunia pesantren sangatlah baik. Dimana santri sudah dibangunkan  sekitar jam 03.00 pagi untuk melaksanakan shalat tahajjud, tadarus dan shalat subuh berjama’ah lalu mengaji dan siap untuk mengikuti kegiatan selanjutnya

Untuk santri yang sedang melanjutkan masa kuliah sekaligus mengaji di Pesantren maka sebutannya pun berbeda dari sebelumnya. Pada  awalnya santri maka berubah menjadi Mahasantri walaupun beda tapi tetap sama sebagai seorang pelajar yang berada di lingkungan dunia pesantren.

Kehidupan di pesantren dapat membuka wacana seseorang tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan dalam kebersamaan, ketika ada salah seoarang sahabat yang sakit maka bersama-sama saling membantu, mencucikan baju, menjaganya sampai merawatnya hingga sembuh. Subhaanallah, indahnya dunia pesantren bukan?? Apalagi Adzan Subuh berkumandang, bagian keamananpun keliling untuk membangunkan seluruh santri agar pergi ke masjid, melaksanakan sholat shubuh berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan tadarus dan kajian, lantas piket. Kemudian  mandi dan mengikuti kegiatan di kempus. Lalu ketika sore menjelang, Mahasantri kembali  menyibukkan diri untuk tetap mengingat Allah, sholat magrib, tahsin, kajian dan belajar. Memang  terasa lebih indah apabila semua itu dilaksanakan semata-mata untuk mencari ridho Allah Swt.

Salah seorang mahasantri Uin Syahid Jakarta asal Riau Ardi Kurniawan (19) menceritakan hal yang paling mudah diingat ketika berada di Pesantren adalah saat dihukum oleh bagian keamanan karena aku dan tiga orang temanku mengantuk dalam suatu acara yang sedang berlangsung, saat itu pula bagian keamanan langsung datang mendekat dan memberikan hukuman untuk  berlari kecil mengelilingi bangunan sekitar pesantren, ah untung saja saat itu bukan aku saja yang dikenai hukuman, dan yang ada dibenaku bukanlah rasa malu tetapi tanggung jawab atas kesalahan  yang telah kuperbuat. (HDR)

nampak poto halaman  depan ma'had Aly UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ma’had Aly Uin Syarif Hidayatulla Jakarta tidak hanya di datangi oleh Mahasantri lokal tetapi kini berdatangan juga  Mahasantri nolokal seperti dari Negara Afrika, Afghanistan, Thailand dan Singapura. Mereka adalah penerima Beasiswa di Negaranya masing-masing untuk melanjutkan kuliah di UIN Syahid Jakarta dan direkomendasikan untuk tinggal di Ma’had atau Pondok Pesantren. Terlepas dari itu Lana Fuadi (20) sebagai pengurus di Ma'had Aly menceritakan bagaimana suka duka menjadi seorang pengurus di Ma'had, " Untuk sukanya banyak sekali diantaranya tempat yang nyaman ada wifi dan banyak teman dari fakultas lain, adapun dukanya mungkin hanya kesulitan ketika harus mengumpulkan Mahasantri untuk acara dan membangunkan ketika adzan subuh tiba " ujarnya ketika ditemui seusai shalat Dzuhur, kamis 19/05. (HDR)



Sempat berfoto bersama dengan Omma Mahasantri asal Afrika selepas sesi wawancara
Salah seorang Mahasantri asal Cambia, Afrika Omma (21) merasa  bangga dan senang karena bisa tinggal di Ma’had Aly Uin Syahid Jakarta, di samping ia bisa belajar di fakultasnya, ia juga sangat senang bisa memiliki teman lebih banyak dari Indonesia. Ia juga merupakan salah seoarang yang direkomendasikan untuk tinggal di Ma’had karena mendapatkan Beasiswa dari Negaranya Afrika.(HDR)  (AVISHA), KOMPASIANA.ComICHARM.Blogspot




Komentar